Minggu, 07 Desember 2014

Mekotek Adat Istiadat Bali

Setelah sekian lama meninggalkan dan menelantarkan rumahku ini,akhirnya aku kembali juga.Kali ini aku ingin berbagi cerita yang aku dapat daritemanku.Ini mungkin agak telat sih,tapi tidak mengurangi makna dari apa yang ingin aku tulis disini.Cerita ini aku dapat dari teman ketika aku berkunjung ke rumahnya waktu manis kuningan. Oya, Selamat Hari Raya Galungan dan Kuningan ya buat para pembaca yang merayakan.Ga papakan telat daripada ga sama sekali.hehehe.. Sekalian juga selamat menunaikan ibadah puasa buat yang merayakan.Lanjut…Ini tentang tradisi di desanya yang masih lestari sampai sekarang. Ceritanya begini…(wuih..adi serius sajan nok)
Selain pemandangan alamnya yang sangat mempesona,terbukti dikenal sampai ke seantero dunia,Bali masih menyimpan kekayaan tradisi dan budaya dari nenek moyang kita yang masih lestari sampai sekarang.Salah satunya seperti Gerebek Mekotek atau sering disebut Mekotek di Desa Munggu, Kabupaten Badung yang masih tetap lestari sampai sekarang yang dirayakan khusus di hari raya kuningan.(namanya lucu ya…!!??). Prosesi gerebek mekotek ini diikuti oleh 12 banjar setempat di desa Munggu.
Gerebek Mekotek adalah ritual yang memakai sarana kayu biasanya yang paling banyak dipakai dari jenis pulet yang dimainkan secara bersama-sama untuk merayakan kemenangan dharma (kebaikan) melawan adharma (kejahatan). Ritual mekotek biasanya dilaksanakan di halaman Pura Desa oleh remaja pria atau para bapak-bapak,Masyarakat yang didominasi oleh pria tua dan muda mengenakan pakaian adat ringan semua membawa sebilah tongkat kayu berukuran kurang lebih tiga sampai empat meter beriringan berjalan menuju pura desa.Mendekati areal pura desa mereka saling menyatukan tongkat yang mereka genggam dengan cara memukul-mukulkan tongkatnya hingga menyerupai bangunan segi tiga yang menjulang ke langit.Penyatuan ini menimbulkan suara yang sangat gaduh yang membuat para peserta semakin bersemangat. Kemudian sambil beramai-ramai tongkat yang sudah menyatu itupun mereka bawa berputar-putar hingga akhirnya kembali berpisah.Tak jarang saat tongkat berpencar,beberapa warga terkena tongkat tersebut. tapi tidak lantas membuat mereka kesal ataupun marah, malahan mereka bangkit kembali dengan perasaan dan senyum puas.

Para peserta yang kena pukulan tongkat harus merelakan dirinya untuk naik ke kumpulan tongkat dari para peserta yang lain.Karena ritual ini sudah sering dilaksanakan dan sudah terbiasa maka meskipun terkena pukulan tongkat ataupun terjatuh dari ujung kumpulan tongkat peserta yang ikut tidak boleh ada yang marah.
Menurut penuturan dari temanku yang juga sesekali ditambahkan oleh bapaknya, ritual yang dilaksanakan setiap enam bulan kalender bali ini sudah ada sejak tahun 1934. Namun baru mulai dilestarikan sejak tahun 1946 setelah warga Munggu terbebas dari gerubug atau wabah penyakit. Konon katanya, saking gembiranya warga terbebas dari penyakit, saat itu mereka mengacung-acungkan tombak yang mereka miliki.Tombak di mata penjajah Belanda waktu itu disimbolkan sebagai perlawanan.Namun seiring perkembangan jaman dan waktu sarana tombak itu sekarang diganti dengan sebilah kayu.(mungkin karena tombak susah dicari kali ya..?)
Masih menurut penuturan temanku peringatan Ritual Mekotek harus dilaksanakan bertepatan dengan hari raya kuningan, karena itu merupakan pawisik yang didapat oleh Raja Mengwi Cokorda Made Munggu,dan katanya ada pantangan, kalo ritual ini tidak dilaksanakan tidak menutup kemungkinan Munggu akan terkena gerubug lagi,sehingga ritual itu masih tetap dilaksanakan hingga sekarang. (ihh ngeri ya…kalo ga di lestarikan). Makanya,mari kita lestarikan warisan budaya dan tradisi kuno nenek moyang kita.Melestarikan warisan nenek moyang bukan berarti menjual kan…!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar